Wednesday, 23 May 2012

Tugas Bahasa Indonesia 2

LATAR BELAKANG

Tidak ada yang sempurna, yang ada hanya saling menyempurnakan. Rasa saling percaya yang diamini oleh hati menjadi pintu pertama untuk saling melengkapi satu sama lain. Ketika rasa percaya itu hilang, akan ada sebuah trauma besar di dalam hati. Sebuah ketakutan akan hal sama akan terjadi kembali  penghianatan.

Sinopsis " Kiwi Wo Shinjiteru "


Kiwi Wo Shinjiteru adalah novel debut dari Rina Hapsarina yang memakai nama pena Rina Shu. Sebuah novel yang bercerita tentang Shira seorang gadis yang tidak sempurna dalam segi fisik, karena dia menderita polio di salah satu kakinya sehingga mengharuskannya untuk menggunakan sepatu khusus penyandang polio. Masa lalu asmara yang pahit, sebuah penghianatan dari lelaki yang dicintainya, Yuza. Sebuah penghianatan terhadap rasa percaya yang telah diberikan oleh hatinya, membuat Shira tidak percaya lagi oleh sebuah rasa cinta. Hal yang membuat hatinya trauma untuk menerima kehadiran lelaki lain di dalam hidupnya.

Shira yang tidak sempurna dalam fisik dapat beraktifitas normal seperti biasa berkat sepatu khususnya. Dia bekerja sebagai jurnalis musik di sebuah majalah. Kehidupannya yang perlahan berangsur normal paska keterpurukannya ditinggal menikah oleh Yuza harus kembali mengalami gejolak. Kehadiran Reiga, seorang fotografer baru di kantornya, membuat hatinya kembali jatuh bangun. Dalam hatinya Shira mengakui bahwa dirinya terpikat oleh Reiga, namun logika dengan keras menolak semua pernyataan cinta yang Reiga berikan. Luka yang pernah ada masih terasa.  Trauma masih membayang jelas di hatinya. Sebuah rasa percaya menjadi sangat mahak harganya.

Dalam menghadapi segala masalahnya, putus dengan Yuza, Reiga yang mendekatinya, dan Alena yang ternyata menyukai Reiga sejak lama, Shira selalu bersandar pada Rana, sahabat terbaiknya. Seorang wanita penyandang Muscular Distrophy, namun Rana tidak dapat berjalan sendiri, dia harus duduk di kursi roda. Rana adalah tempat Shira bersandar, tempat Shira mencurahkan semua keluh kesah hatinya dan tempatnya bercerita tentang segala gundah hati yang dirasakannya.

Secara garis besar, Kimi Wo Shinjiteru berkisah tentang jatuh bangunnya hati seorang wanita. Wanita tidak sempurna yang takut untuk membuka hatinya dan mempercayakannya lagi pada lelaki lain, semenjak kisah kelam yang dialaminya. Kisah tentang kuatnya persahabatan antara Shira dan Rana. Dalamnya jalinan persahabatan di antara mereka. Kisah tentang hancurnya perasaan Shira saat Rana harus pergi akibat penyakit leukimia yang dideritanya. Kisah tentang betapa kerasnya usaha yang dilakuan Reiga untuk membuat Shira mempercayakan hatinya kepada Reiga, dan tentang indahnya kisah cinta antara Rana dan Gillian.

Penceritaan yang penulis suguhkan di novel Kimi Wo Shinjiteru ini cukup apik. Dikemas dengan gaya penceritaan yang simple, sehingga mudah untuk dicerna dan dipahami. Emosi antar kisah dan tokoh yang penulis ciptakan di novel ini sungguh mengesankan. Saya dapat merasakan emosi yang dirasakan oleh Shira, saat bahagia, kecewa, dan terutama saat Shira kehilangan sosok Rana yang selama ini menjadi setengah dari tiang penyangganya untuk tetap kuat. Kalimat-kalimat motivasi diri juga bertebaran di novel ini, sekelumit baris kata-kata yang cukup membuat saya merenung.


"... Apapun alasannya, kita ini 'cuma' wakil Tuhan. Dan, kita harus menjalankan hidup yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita dengan sebaik-baiknya." (Hal. 19)


"Tubuh manusia itu gampang beradaptasi. Yang nggak punya tangan, kaki beradaptasi menggantikan tangan. Yang bisu, tangan dengan mudah berbicara menggantikan mulut. Dan yang buta, mata hatinya yang berperan. (Hal. 149)


"Kacau atau nggak kacaunya hidup kamu, cuma kamu yang bisa putusin. Hidup itu pilihan, Ra. Cuma kamu yang bisa tentuin gimana seharusnya hidup kamu." (Hal. 183)


"Bukankah untuk merasakan kebahagiaan, kita harus merasakan sakit dulu? Itu sebabnya, kita bisa mengerti arti sebuah kebahagiaan karena kita pernah merasakan dan mengalami apa yang melukai hati dan membuat mata kita menangis." (Hal.277)


"Nggak ada sesuatu yang nggak mungkin. Menidakmungkinkan sesuatu berarti menidakmungkinkan Tuhan. (Hal. 278)



Komentar Penulis
tempo cerita yang lambat di awal cerita, sedikit membuat kenyamanan dan keasikkan membaca novel ini sedikit terganggu. Terdapatnya beberapa bagian cerita yang tidak berhubungan, membuat narasi di novel ini sedikit bertele-tele.

Disamping kelebihan dan kekurangan yang terdapat di novel ini. Saya sangat mengapresiasi karya ini. Karya yang sangat memberikan saya motivasi diri. Penulis novel ini, Rina Hapsarina, merupakan  penyandang Muscular Distrophy. Dia mampu menghadirkan cerita yang cukup merepresantasikan keadaan orang-orang seperti dirinya  dengan sangat baik di novel ini. Novel yang menjadi pembuktian diri bahwa tidak ada yang tidak mungkin.

No comments:

Post a Comment