Pendahuluan
Berdasarkan Instruksi Pesiden Republik Indonesia (Inpres) nomor 6 tahun 2001.
Pesatnya kemajuan teknologi telekomunikasi, media, dan informatika atau
disingkat sebagai teknologi telematika serta meluasnya perkembangan
infrastruktur informasi global telah merubah pola dan cara kegiatan bisnis
dilaksanakan di industri, perdagangan, dan pemerintah. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan masyarakat informasi telah menjadi paradigma global yang
dominan. Kemampuan untuk terlibat secara efektif dalam revolusi jaringan
informasi akan menentukan masa depan kesejahteraan bangsa.
Berbagai keadaan menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu mendayagunakan potensi
teknologi telematika secara baik, dan oleh karena itu Indonesia terancam
"digital divide" yang semakin tertinggal terhadap negara-negara maju.
Kesenjangan prasarana dan sarana telematika antara kota dan pedesaaan, juga
memperlebar rurang perbedaan sehingga terjadi pula "digital divide"
di dalam negara kita sendiri. Indonesia perlu melakukan terobosan agar dapat
secara efektif mempercepat pendayagunaan teknologi telematika yang potensinya
sangat besar itu,untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempererat
persatuan bangsa sebagai landasan yang kokoh bagi pembangunan secara
berkelanjutan.
Di dalam hal ini pemerintah perlu secara proaktif dan dengan komitmen yang
tinggi membangun kesadaran politik dan menumbuhkan komitmen nasional, membentuk
lingkungan bisnis yang kompetitif, serta meningkatkan kesiapan masyarakat untuk
mempercepat pengembangan dan pendayagunaan teknologi telematika secara
sistematik.
Indonesia perlu menyambut komitmen dan inisiatif berbagai lembaga
internasional, kelompok negara atau negara-negara lain secara sendiri-sendiri
dalam meningkatkankerja sama yang lebih erat dalam penyediaan sumber daya
pembiayaan, dukungan teknis, dan sumber daya lain untuk membantu Indonesia
sebagai negara berkembang mengatasi "digital divide". Dengan
kenyataan tersebut, pemerintah dengan ini menyatakan komitmen untuk
melaksanakan kebijakan serta melakukan langkah-langkahdalam bentuk program aksi
yang dapat secara nyata mengatasi "digital divide", dengan arah
pengembangan sebagai yang dimaksud dalam isi kerangka kebijakan ini.
1. Layanan Telematika dibidang Informasi
Penggunaan teknologi telematika dan aliran informasi harus selalu ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk pemberantasan kemiksinan
dan kesenjangan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Selain itu, teknologi
telematika juga harus diarahkan untuk menjembatani kesenjangan politik dan
budaya serta meningkatkan keharmonisan di kalangan masyarakat
Wartel dan Warnet memainkan peranan penting dalam masyarakat. Warung
Telekomunikasi dan Warung Internet ini secara berkelanjutan memperluas
jangkauan pelayanan telepon dan internet, baik di daerah kota maupun desa, bagi
pelanggan yang tidak memiliki akses sendiri di tempat tinggal atau di tempat
kerjanya. Oleh karena itu langkah-langkah lebih lanjut untuk mendorong pertumbuhan
jangkauan dan kandungan informasi pelayanan publik, memperluas pelayanan
kesehatan dan pendidikan, mengembangkan sentra-sentra pelayanan masyarakat
perkotaan dan pedesaan, serta menyediakan layanan "e-commerce" bagi
usaha kecil dan menengah, sangat diperlukan. Dengan demikian akan terbentuk
Balai-balai Informasi. Untuk melayani lokasi-lokasi yang tidak terjangkau oleh
masyarakat.
2. Layanan Telematika di bidang Keamanan
Layanan telematika juga dimanfaatkan pada sector-sektor keamanan seperti yang
sudah dijalankan oleh Polda Jatim yang memanfaatkan TI dalam rangka
meningkatkan pelayanan keamanan terhadap masyarakat. Kira-kira sejak 2007 lalu,
membuka layanan pengaduan atau laporan dari masyarakat melalui SMS dengan kode
akses 1120. Selain itu juga telah dilaksanakan sistem online untuk pelayanan di
bidang Lalu Lintas. Polda Jatim memiliki website di
http://www.jatim.polri.go.id, untuk bisa melayani masyarakat melalui internet.
Hingga kini masih terus dikembangkan agar dapat secara maksimal melayani
masyarakat. Bahkan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polda Jatim sudah
banyak memanfaatkan fasilitas website ini dan sangat bermanfaat dalam menangani
kasus-kasus yang sedang terjadi dan lebih mudah dalam memantau setiap
perkembangan kasus atau laporan, baik laporan dari masyarakat maupun laporan
internal untuk Polda Jatim sendiri. Bukan hanya penanganan kasus kejahatan
semata, tapi juga termasuk laporan terkait lalu lintas, intelijen, tindak
pidana ringan (tipiring) di masyarakat, pengamanan untuk pemilu, termasuk
laporan bencana alam. Masyarakat juga bisa menyampaikan uneg-uneg atau opini
mengenai perilaku dan layanan dari aparat kepolisian melalui email atau website
. Semoga saja daerah-daerah lainnya yang tersebar diseluruh Indonesia dapat
memanfaatkan teknologi telematika seperti halnya Polda Jatim agar terciptanya
negara Indonesia yang aman serta disiplin.
Indonesia perlu menciptakan suatu lingkungan legislasi dan peraturan
perundang-undangan.Upaya ini mencakup perumusan produk-produk hukum baru di
bidang telematika (cyber law) yang mengatur keabsahan dokumen elektronik, tanda
tangan digital, pembayaran secara elektronik, otoritas sertifikasi,
kerahasiaan, dan keamanan pemakai layanan pemakai layanan jaringan informasi.
Di samping itu, diperlukan pula penyesuaian berbagai peraturan
perundang-undangan yang telah ada, seperti mengatur HKI, perpajakan dan bea
cukai, persaingan usaha, perlindungan konsumen, tindakan pidana, dan
penyelesaian sengketa. Pembaruan perauran perundang-udangan tersebut dibutuhkan
untuk memberikan arah yang jelas, transparan, objektif, tidak diskriminatif,
proporsional, fleksibel, serta selaras dengan dunia internasional dan tidak
bias pada teknologi tertentu. Pembaruan itu juga diperlukan untuk membentuk
ketahanan dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman dan kejahatan baru yang
timbul sejalan dengan perkembangan telematika.
3. Layanan Context Aware dan Event-Based
Di dalam ilmu komputer menyatakan bahwa perangkat komputer memiliki
kepekaan dan dapat bereaksi terhadap lingkungan sekitarnya berdasarkan
informasi dan aturan-aturan tertentu yang tersimpan di dalam perangkat. Gagasan
inilah yang diperkenalkan oleh Schilit pada tahun 1994 dengan istilah
context-awareness. Context-awareness adalah kemampuan layanan network untuk mengetahui
berbagai konteks, yaitu kumpulan parameter yang relevan dari pengguna (user)
dan penggunaan network itu, serta memberikan layanan yang sesuai dengan
parameter-parameter itu. Beberapa konteks yang dapat digunakan antara lain
lokasi user, data dasar user, berbagai preferensi user, jenis dan kemampuan
terminal yang digunakan user. Sebagai contoh : ketika seorang user sedang
mengadakan rapat, maka context-aware mobile phone yang dimiliki user akan
langsung menyimpulkan bahwa user sedang mengadakan rapat dan akan menolak
seluruh panggilan telepon yang tidak penting. Dan untuk saat ini, konteks
location awareness dan activity recognition yang merupakan bagian dari
context-awareness menjadi pembahasan utama di bidang penelitian ilmu komputer.
Tiga hal yang menjadi perhatian sistem context-aware menurut Albrecht Schmidt,
yaitu:
1. The acquisition of context
Hal ini berkaitan dengan pemilihan konteks dan bagaimana cara memperoleh
konteks yang diinginkan, sebagai contoh : pemilihan konteks lokasi, dengan
penggunaan suatu sensor lokasi tertentu (misalnya: GPS) untuk melihat situasi
atau posisi suatu lokasi tersebut.
2. The abstraction and understanding of context
Pemahaman terhadap bagaimana cara konteks yang dipilih berhubungan dengan
kondisi nyata, bagaimana informasi yang dimiliki suatu konteks dapat membantu
meningkatkan kinerja aplikasi, dan bagaimana tanggapan sistem dan cara kerja
terhadap inputan dalam suatu konteks.
3. Application behaviour based on the recognized context
Terakhir, dua hal yang paling penting adalah bagaimana pengguna dapat
memahami sistem dan tingkah lakunya yang sesuai dengan konteks yang dimilikinya
serta bagaimana caranya memberikan kontrol penuh kepada pengguna terhadap
sistem.
Sumber: http://helenamayawardhani.wordpress.com/2009/07/17/context-awareness/